Permainan Papan Rimau
RIMAU
Permainan ini umumnya dimainkan oleh para remaja atau orang dewasa di perkampungan nelayan di Kepulaun Riau. Biasanya main rimau ini dilakukan pada sore hari sebagai waktu senggang saat menjelang turun ke laut atau pada malam hari saat musim angin kencang sehingga para nelayan tak dapat turun ke laut (melaut). Pada bulan Ramadhan permainan ini juga dimainkan sebagai pelengah-lengah waktu menjelang berbuka puasa. Main rimau dimainkan oleh dua orang dengan menggunakan seperangkat alat yang terdiri dari papan rimau terbuat dari kayu yang diberi garis-garis sedemikian rupa sehingga membentuk pola-pola geometris dan 24 buah isian pelambang Kambing dari kulit kerang kecil/remis dan sebuah biji pelambang harimau dari kulit kerrang siput yang ukurannya lebih besar dari buah isian.
Permainan ini dilakukan oleh dua orang dengan sistem bertanding (satu lawan satu), satu orang pemain memegang atau menjalankan sebagai peran Rimau dan pemain yang satu lagi memegang atau menjalankan perang Kambing. Rimau dapat melangkah setapak-setapak ke sepenjuru arah denah tapak, seperti ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang maupun diagonal, namun jika ada kesempatan untuk memakan lawannya (kambing) Rimau boleh memakan Kambing dengan cara melompat atau melangkau ganjil 1 ; 3 ; 5 dan seterusnya. Sedangkan Kambing hanya dapat melangkah setapak-setapak ke sepenjuru arah denah tapak, seperti ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang maupun diagonal, setelah seluruh biji isian (kambing) diletakan pada denah tapak.
Penentuan kalah atau menang dalam permainan ini, contohnya jika Rimau dalam pergeseran langkahnya tidak dapat lagi berpindah petak maupun memakan biji isian (kambing) maka dikatakan dalam hal ini pemain yang memegang peran Rimau dinyatakan kalah dan pemain memegang peran Kambing yang menang. Sebaliknya jika biji isian (kambing) termakan habis semua oleh Rimau atau Rimau tidak dapat dikepung sehingga langkahnya bergerak bebas, maka pemain yang memegang peran Rimau dinyatakan menang dan pemain memegang peran Kambing yang kalah.
Permainan ini selain sebagai aktifitas yang dapat menyenangkan hati para pelaku atau pemainnya, juga sarat akan kandungan nilai-nilai budaya, antara lain: nilai sosialis, kejujuran, ketelitian dan strategi. Serta yang tidak kalah pentingnya, bahwa permainan tradisional ini sangat demokrasi sehingga dapat dimainkan oleh siapa saja, tanpa mempersoalkan ras, agama, strata sosial dan budaya, sehingga permainan tradisional telah menanamkan “Unity in diversity” atau persatuan dalam keberagaman.
Komentar
Posting Komentar